Selasa, 27 Januari 2009

Indahnya Kebersamaan

          “Kualitas pendidikan sangat mempengaruhi kemajuan bangsa. Ketika suatu bangsa memiliki kualitas pendidikan yang baik, maka majulah bangsa tersebut, dan begitupun sebaliknya”.
              Kutipan di atas merupakan statement klasik yang sering kita dengar atau baca di media cetak ataupun elektronik. Bahkan, tanpa pernah membacanya pun kita sudah tahu hal tersebut. Berbicara masalah kualitas pendidikan, maka yang menjadi objek sorotan adalah lembaga pendidikan. Mengapa demikian? Karena lembaga tersebutlah yang meng-copy, mem-paste, meng-edit (file kallleeee...!) atau mencetak para generasi bangsa yang bakal berperan dalam menjalankan aktifitas negara.
            Di lembaga universitas, peranan dosen sangat menentukan kualitas mahasiswa. Untuk itu, agar menghasilkan mahasiswa yang berkualitas tinggi, maka kualitas pengajarnya harus lebih berkualitas lagi, baik dalam hal kualitas ilmu maupun kualitas mentransfer ilmunya. Kualitas ilmu tanpa kemampuan dalam mentransfer ilmu seperti halnya seorang tunawicara yang jenius. Ia memiliki kelebihan dalam hal pikiran/ide yang jenius, namun memiliki kesulitan dalam menyampaikan hasil pikirannya kepada orang lain. Begitupun sebaliknya, kualitas ilmu yang rendah namun memilki kecakapan berbicara yang baik, seperti halnya seorang yang tak pernah mengendarai mobil, namun dia selalu panjang lebar menceritakan cara atau tekhnik mengendarai mobil kepada orang lain. Jadi sekali lagi, dosen yang berkualitas adalah dosen yang memiliki kemampuan akademik dan transfering yang baik dalam mendidik mahasiswanya.
          Selain itu, kelengkapan media pembelajaran juga sangat penting dalam menciptakan mahasiswa yang professional. Dengan adanya prasarana pendidikan yang lengkap, maka mahasiswa tidak hanya diajak berteori saja, tetapi dapat mempraktekkan langsung dan dapat membandingkannya antara teori dengan hasil yang di dapatnya dari kegiatan praktikum tersebut.
            Yang jadi pertanyaan baru bagi kita semua, “apakah dengan dosen yang berkualitas dan media pengajaran yang lengkap dapat menciptakan mahasiswa yang berkompeten di bidang akademik....???? Menurut saya, hal itu masih belum bisa menjamin pencapaian target yang diinginkan. Saya pikir masih ada satu faktor lagi yang harus dimiliki oleh sebuah lembaga akademik agar dapat menciptakan generasi muda yang profesional. Faktor apakah itu?? Faktor ketiga tersebut adalah faktor kondisi lingkungan. Walaupun dosen yang ada cukup berkualitas dan media yang tersedia cukup lengkap, namun dengan kondisi lingkungan lembaga yang kurang nyaman, maka proses belajar mengajar dapat terganggu. Banyak hal yang dapat mempengaruhi suatu kondisi lingkungan menjadi nyaman, aman dan tentram, ataupun sebaliknya menjadi gaduh, penuh kecaman, ancaman dan ketidak harmonisan.
           Posting kali ini saya mencoba membahas masalah “Pengaruh Ketidakharmonisan dalam Lembaga Universitas terhadap Hasil Belajar Mahasiswa” (Wah! Skripsi nih.......!!!). Trus rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana kondisi ketidakharmonisan dapat terjadi di dalam dunia kampus?
2. Apakah akibat yang terjadi dari ketidakharmonisan tersebut?
3. Bagaimana menyelesaikan suatu konflik yang menyebabkan kondisi kampus yang tidak harmonis?
           Sebelum menjawab rumusan masalah ini, apakah penulis harus melakukan seminar proposal dulu ya? Atau mungkin nggak perlu kali ya........?????? Ntar malah judulku ditolak lagi. Trus aku bakal selesai 7 tahun kuliah hanya gara-gara itu, bakal terancam DO donk gue?! (Sorry kak senior, aku ngga ada maksud menyinggung loh!!). Ok lanjut! Nah, mungkin langsung aja ya kita bahas satu persatu permasalahan di atas.
            Kondisi lingkungan adalah sebuah faktor yang penting dalam menciptakan kenyamanan dalam belajar bagi mahasiswa dan dosen. dengan kondisi tersebut mahasiswa dapat lebih mudah menyerap suatu penjelasan yang diberikan oleh dosennya jika dibandingkan dengan adanya konflik yang terjadi, baik antar mahasiswa dengan mahasiswa, antar dosen dengan mahasiswa, ataupun antar dosen dengan dosen. Konflik tersebut dapat muncul karena adanya pelanggaran dari salah satu pihak atau keduanya terhadap norma yang berlaku di lembaga kampus tersebut. Terkadang dari pihak mahasiswa membuat suatu pelanggaran terhadap suatu aturan, yang menyebabkan seorang atau lebih dari pihak mahasiswa lain atau dosen menjadi gerah atau tersinggung. Ataukah mungkin karena adanya keputusan yang dibuat dari seorang dosen yang memberatkan mahasiswa sehingga mahasiswa menjadi keberatan dan akhirnya menciptakan sebuah konflik. Dan atau mungkin juga karena adanya perebutan tahta/ jabatan dan atau perbedaan prinsip di kalangan dosen, sehingga terkadang menyisakan konflik internal di antara mereka, atau yang dikenal dengan “perang dingin” atau perang urat syaraf. Perang dingin ini merupakan suatu bentuk konflik yang sangat berbahaya, bukan karena adanya kontak fisik, tetapi berupa perang politik yang saling menjatuhkan satu sama lain, yang mungkin tidak nampak jelas di depan mata para mahasiswanya.
            Memang, jika dilihat dari konflik terakhir di atas, yang menjadi pihak yg berseteru adalah para dosen sendiri. Tetapi bukan berarti yang menerima akibat dari konflik tersebut adalah pihak dosen itu sendiri. Secara tidak langsung, mahasiswa ikut pula memikul dampak perseteruan itu. Banyak mata kuliah mahasiswa menjadi terabaikan karena konflik tersebut. Kenapa bisa? Karena pihak dosen (red; dosen yg berseteru) mempunyai kesibukan lain, yaitu MENCARI KESALAHAN DAN CELAH YANG DIMILIKI OLEH LAWANNYA. Padahal, saya kira masih banyak permasalahan lain yang lebih penting yang mesti diselesaikan oleh pihak dosen dan mahasiswa demi kemajuan kampus. Oh ya, kalo memang harus terjadi persaingan antar dosen, seharusnya yang berbau positif donk. Misalnya saja persaingan dalam bidang akademik, dimana antar dosen saling berlomba untuk memajukan kemampuan akademiknya dengan melanjutkan kuliahnya di luar negeri. Kan itu lebih baik dalam memajukan kualitas kampus.
          Trus, bagaimana menyelesaikannya???
           Saya kira persoalan pelik seperti ini dapat diselesaikan oleh kesadaran masing-masing dari pihak yang berseteru. Sikap toleransi antar mereka harus lebih ditingkatkan lagi, dimana yang tua menyayangi yang muda, dan yang muda menghormati yang tua (dikutip dari buku pelajaran PPKN Kelas 3 SD). Dan ketika sikap toleransi seperti itu dapat terlaksana, maka Insya Allah, konflik sebesar apapun dapat terselesaikan dengan baik. Namun, ketika egoisme menjadi dipertuhankan di kalangan mereka, maka Insya Allah juga, konflik sekecil apapun tak akan mendapatkan penyelesaian, bahkan akan berkembang menjadi sebuah konflik yang besar, yang dapat memecah belah keluarga suatu lembaga kampus. Sungguh suatu kengerian yang besar bagi para dosen dan mahasiswa.
          Untungnya konflik seperti itu tidak menggorogoti lingkungan kampusku, dan mudahan-mudahan tak akan terjadi di Kampus Geografiku ini. AMIN.
          Sebelum kuakhiri, mungkin teman-teman geografi mau lihat keharmonisan para dosen geografi UNM, sehingga teman-teman semua tahu kalo Para Dosen Geografi hidup Harmonis, tanpa konflik dan memiliki persaudaraan yang erat.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar