Selasa, 27 Januari 2009

Jurusan Akreditasi A = Mahasiswa Kualitas A?

          Semua perguruan tinggi (PT) di Indonesia tidak terkecuali UNM, akan diakreditasi untuk menentukan posisi perguruan tinggi tersebut diantara PT di tanah air. Sebelum melangkah lebih jauh, mungkin dari teman-teman masih banyak yang belum paham sepenuhnya apa sih sebenarnya akreditasi itu? Apa tujuan & manfaat dari akreditasi? Trus, standar apa saja yang dinilai dalam proses akreditasi? Kalo udah tau, ya baguslah…!! Tapi ga ada salahnya kan kalo aku paparkan sedikit, ya cuman sedikit kok….
          Akreditasi adalah bentuk akuntabilitas kepada publik yang dilakukan secara objektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.
         Akreditasi institusi perguruan tinggi (AIPT) adalah proses evaluasi dan penilaian secara komprehensif atas komitmen perguruan tinggi terhadap mutu dan kapasitas penyelenggaraan program tridarma perguruan tinggi, untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan. Komitmen tersebut dijabarkan ke dalam sejumlah standar akreditasi. Mutu institusi perguruan tinggi merupakan cerminan dari totalitas keadaan dan karakteristik masukan, proses dan keluaran atau layanan institusi yang diukur berdasarkan sejumlah standar yang ditetapkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
Tujuan dan manfaat AIPT:
  1. Memberikan jaminan bahwa institusi perguruan tinggi yang terakreditasi telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh BAN-PT, sehingga mampu memberikan perlindungan bagi masyarakat dari penyelenggaraan perguruan tinggi yang tidak memenuhi standar.
  2. Mendorong perguruan tinggi untuk terus menerus melakukan perbaikan dan mempertahankan mutu yang tinggi.
  3. Hasil akreditasi dapat dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan dalam transfer kredit perguruan tinggi, pemberian bantuan dan alokasi dana, serta pengakuan dari badan atau instansi yang lain.
Standar penilaian AIPT:
         Standar akreditasi perguruan tinggi mencakup standar tentang komintmen perguruan tinggi terhadap kapasitas institusional (institutional capacity) dan komitmen terhadap efektivitas program pendidikan (educational effectiveness), yang dikemas dalam tujuh standar akreditasi, yaitu:
• Standar 1. Visi dan Misi
• Standar 2. Tatapamong dan Kepemimpinan
• Standar 3. Kemahasiswaan dan Lulusan
• Standar 4. Sumber daya manusia
• Standar 5. Pembelajaran, Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Kerjasama
• Standar 6. Pendanaan, Sarana, dan Prasarana
• Standar 7. Sistem Penjaminan Mutu dan Manajemen Informasi
           Udah tau kan…?! (Kalo belum, baca ulang donk..!!!)
        OK! Saya kira kita semua sudah paham dengan akreditasi. Namun mungkin di benak pikiran kawan-kawan semua masih timbul sejumlah pertanyaan. Salah satunya adalah: “Apakah ada penjaminan kualitas mahasiswa akan baik apabila akreditasi kampusnya adalah A atau B? Begitupun juga sebaliknya, apakah tingkat kualitas mahasiswa yang berasal dari jebolan universitas berakreditas C atau di bawahnya merupakan mahasiswa yang bodoh?”
           Saya kira sebagian teman-teman setuju dengan hal di atas, dan kita tahu bersama kalo hal ini juga dijadikan sebagai acuan oleh sebagian besar instansi, baik negeri maupun swasta dalam merekrut para calon pegawai dan karyawannya. Namun secara pribadi, dan mungkin dari beberapa teman-teman yang lain tidak sepenuhnya setuju. Memang, Jika diperhatikan ketujuh standar dari penilaian akreditasi di atas, hal itu dapat memicu tingkat kualitas mahasiswa. Tapi perlu diingat, ada beberapa pemicu kualitas mahasiswa yang tidak bisa dinilai & dilihat langsung dari aspek penilaian akreditas. Di antaranya yaitu:
  • IQ yang mantap dari mahasiswa itu sendiri. Dalam artian bahwa walaupun kualitas kampusnya berada di tingkat akreditas C, namun IQ yang dimiliki oleh mahasiswa dari sejak lahir berada di tingkat semi-jenius atau bahkan sampai ke tingkat jenius, maka mahasiswa tersebut akan memiliki kualitas yang bagus.
  • Pengalaman seorang mahasiswa, baik yg diperoleh dari organisasi atau kegiatan luar lainnya, bisa menjadi pemicu meningkatnya pengetahuan dan kualitas mahasiswa. Terkadang, seorang mahasiswa mendapatkan kemampuan akademis, wawasan global, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan lainnya bukan dari bangku kuliah, tetapi melainkan diperoleh dari kegiatan dan pergaulan antar sesama mahasiswa/aktifis kampus. Antara mahasiswa/aktivis yang satu dengan yang lain saling bertukar pikiran, yang secara tidak sengaja mereka sebenarnya telah saling melengkapi koleksi pengetahuan.
  • Kondisi kenyamanan kampus, dalam hal ini adalah keharmonisan dan sikap toleransi antara warga kampus (dosen, mahasiswa dan tata usaha) yang tidak bisa dirasakan oleh BAN-PT. Hal ini bisa menjadi pelumas komunikasi, sehingga ilmu dari dosen menjadi sangat mudah diterima oleh mahasiswa. Apalah artinya sebuah akreditas A dalam sebuah universitas jika hubungan antara dosen-dosen, dosen-mahasiswa maupun hubungan mahasiswa-mahasiswa tidak berjalan dengan akur. Hal ini tentulah menjadi penghambat majunya sebuah kampus yang kemudian berakibat kepada penurunan kualitas mahasiswanya.
          Terus terang, jika aku melihat kemampuan adik-adik, teman-teman dan para senior yang ada di geografi, ada beberapa orang di antara mereka yang membuat aku cemburu. Bukan cemburu karena nilai dan IPK mereka yang baik, bukan karena mereka dekat dengan dosen, atau juga bukan karena mereka yang cepat selesai sebelum waktunya (dibawah jangka waktu 4 tahun). Tetapi yang membuat aku cemburu adalah karena kemampuan mereka yang jauh di atas aku, baik dari segi penguasaan teknologi computer, penguasaan ilmu pemetaan, penguasaan software-software khususnya software pemetaan dalam ilmu geografi, kemampuan dalam penguasaan tekhnik pengukuran di lapangan, pengalaman dalam kegiatan dan manajemen proyek dan kemampuan dan pengalaman lainnya yang mungkin aku belum tahu.
          Dan jika aku disuruh untuk membandingkan mereka dengan mahasiswa dari jurusan lain yang notabenenya memiliki akreditasi yang lebih di atas dari jurusan geografi, maka aku menilai kalo mereka-mereka ini lebih memiliki prospek yang lebih baik. Ya…!! mungkinlah mereka dikalahkan dari sisi ilmu tertentu, tapi secara umum, kemampuan dan pengalaman yang mereka memiliki bisa menjadi senjata tuk memenangkan kompetisi dalam prospek kerja.
         Oleh karena itu, suatu kesalahan besar memvonis kemampuan seorang mahasiswa dari akreditas yang dimiliki oleh kampusnya, karena sesungguhnya kemampuan dan kualitas mahasiswa sifatnya relatif. Mahasiswa yang memiliki kemauan keras dalam mengasah kemampuan dan tidak jera dalam mencari pengalaman, maka itulah mahasiswa yang berkualitas.
          Sungguh sangat tidak bijaklah sebuah instansi mematahkan semangat mahasiswa dengan tidak menerima alumni dari lembaga pendidikan yang berakreditas di bawah standar, karena kemungkinan besar ia baru saja melepaskan calon kepala instansi yang bakal membawa instansi tersebut menuju perubahan yang lebih baik. Dan lebih tidak bijak lagi jikalau ada seorang mahasiswa yang terpatahkan semangatnya hanya karena tertolak oleh sebuah instansi. Padahal dia sebenarnya baru saja melangkah memasuki gerbang keberhasilannya.
        Jadi pesanku bagi teman-teman yang bakal berjuang di dunia persaingan pasar, jangan menjadi ciutt karena persoalan akreditas, tapi coba tonjolkan kemampuan kalian. Tampil PEDE merupakan sebuah modal besar dalam menghadapi persaingan.
        Oh iya, beberapa hari yang lalu, aku mendengar kalo akreditasi Pendidikan Geografi Jurusan Geografi Fak. MIPA Universitas Negeri Makassar meningkat menjadi akreditas A. Mudah-mudahan ini bisa menjadi zat pelicin dalam merebut persaingan pasar kerja. Tapi ingat kawan, skali lagi jangan menjadikan akreditas sebagai senjata kalian, tetapi tetaplah jadikan skill sebagai andalan. Karena sesungguhnya akreditas tidaklah beda dari kurs mata uang yang kadang naik dan kadang turun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar